Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Lambang negara Indonesia adalah Garuda
Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Lambang negara Indonesia berbentuk
burungGaruda yang
kepalanya menoleh ke sebelah kanan (dari sudut pandang Garuda), perisai
berbentuk menyerupai jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda,
dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti
“Berbeda-beda tetapi tetap satu” ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh
Garuda. Lambang ini dirancang oleh Sultan Hamid II dari Pontianak,
yang kemudian disempurnakan oleh Presiden Soekarno,
dan diresmikan pemakaiannya sebagai lambang negara pertama kali pada Sidang
Kabinet Republik Indonesia Serikat tanggal 11
Februari 1950.
Sejarah
Garuda, kendaraan (wahana) Wishnu tampil di berbagai candi kuno di Indonesia, seperti Prambanan, Mendut,Sojiwan, Penataran, Belahan, Sukuh dan Cetho dalam
bentuk relief atau arca.
Di Prambanan terdapat sebuah candi di muka candi
Wishnu yang dipersembahkan untuk Garuda, akan tetapi tidak ditemukan arca
Garuda di dalamnya. Di candi Siwa Prambanan terdapat relief episode Ramayana yang menggambarkan keponakan Garuda yang juga bangsa dewa burung, Jatayu,
mencoba menyelamatkan Sinta dari cengkeraman Rahwana.
Arca anumertaAirlangga yang
digambarkan sebagai Wishnu tengah mengendarai Garuda dari Candi Belahan mungkin
adalah arca Garuda Jawa Kuna paling terkenal, kini arca ini disimpan di Museum Trowulan.
Garuda muncul dalam berbagai kisah, terutama di Jawa dan Bali.
Dalam banyak kisah Garuda melambangkan kebajikan, pengetahuan, kekuatan, keberanian,
kesetiaan, dan disiplin. Sebagai kendaraan Wishnu, Garuda juga memiliki sifat
Wishnu sebagai pemelihara dan penjaga tatanan alam semesta. Dalam tradisi Bali,
Garuda dimuliakan sebagai "Tuan segala makhluk yang dapat terbang"
dan "Raja agung para burung". Di Bali ia biasanya digambarkan sebagai
makhluk yang memiliki kepala, paruh, sayap, dan cakar elang,
tetapi memiliki tubuh dan lengan manusia. Biasanya digambarkan dalam ukiran
yang halus dan rumit dengan warna cerah keemasan, digambarkan dalam posisi
sebagai kendaraan Wishnu, atau dalam adegan pertempuran melawan Naga.
Posisi mulia Garuda dalam tradisi Indonesia sejak zaman kuna telah menjadikan
Garuda sebagai simbol nasional Indonesia, sebagai perwujudan ideologi Pancasila.
Garuda juga dipilih sebagai nama maskapai penerbangan nasional Indonesia Garuda Indonesia. Selain Indonesia, Thailand juga menggunakan Garuda sebagai lambang negara.
Setelah Perang
Kemerdekaan Indonesia 1945-1949,
disusul pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda melalui Konferensi Meja Bundar pada
tahun 1949, dirasakan perlunya Indonesia (saat itu Republik
Indonesia Serikat) memiliki lambang negara. Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia
Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara
Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis Muhammad Yamin sebagai
ketua, Ki Hajar Dewantoro, M A Pellaupessy, Moh
Natsir, dan RM Ng Poerbatjaraka sebagai
anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk
dipilih dan diajukan kepada pemerintah
Merujuk keterangan Bung Hatta dalam
buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut
Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik,
yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin. Pada proses selanjutnya yang
diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M. Yamin
ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari yang menampakkan pengaruh Jepang.
Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang
(Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta,
terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Mereka bertiga
sepakat mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah
putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan "Bhineka Tunggal
Ika".Tanggal 8 Februari 1950, rancangan lambang negara yang dibuat Menteri
Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan
lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk
dipertimbangkan kembali, karena adanya keberatan terhadap gambar burung Garuda
dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap terlalu
bersifat mitologis
Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara
yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga
tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila. Presiden
Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh
Hatta sebagai perdana menteri. AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar
Pancasila” terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan
lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam
Sidang Kabinet RIS pada tanggal 11 Februari 1950. Ketika itu gambar bentuk kepala
Rajawali Garuda Pancasila masih "gundul" dan tidak berjambul seperti
bentuk sekarang ini. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama
kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada
15 Februari 1950.
Soekarno terus memperbaiki bentuk Garuda Pancasila. Pada tanggal
20 Maret 1950 Soekarno memerintahkan pelukis istana, Dullah, melukis kembali
rancangan tersebut; setelah sebelumnya diperbaiki antara lain penambahan
"jambul" pada kepala Garuda Pancasila, serta mengubah posisi cakar
kaki yang mencengkram pita dari semula di belakang pita menjadi di depan pita,
atas masukan Presiden Soekarno. Dipercaya bahwa alasan Soekarno menambahkan
jambul karena kepala Garuda gundul dianggap terlalu mirip dengan Bald Eagle,Lambang Amerika
Serikat. Untuk
terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final
gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar
lambang negara. Rancangan Garuda Pancasila terakhir ini dibuatkan patung besar
dari bahan perunggu berlapis emas yang disimpan dalam Ruang Kemerdekaan Monumen Nasional sebagai
acuan, ditetapkan sebagai lambang negara Republik Indonesia, dan desainnya
tidak berubah hingga kini.
DESKRIPSI DAN ARTI FILOSOFIS
GARUDA
§ Garuda Pancasila sendiri adalah burung Garuda yang sudah dikenal melalui mitologi
kuno dalam sejarah bangsa Indonesia, yaitu kendaraan Wishnu yang menyerupai
burung elang rajawali. Garuda digunakan sebagai Lambang Negara untuk
menggambarkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dan negara yang kuat.
§ Warna keemasan pada burung Garuda melambangkan
keagungan dan kejayaan.
§ Garuda memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar yang melambangkan
kekuatan dan tenaga pembangunan.
§ 17 helai bulu pada masing-masing sayap
§ 8 helai bulu pada ekor
§ 19 helai bulu di bawah perisai atau pada pangkal ekor
§ 45 helai bulu di leher
PERISAI
§ Perisai adalah
tameng yang telah lama dikenal dalam kebudayaan dan peradaban Indonesia sebagai
bagian senjata yang melambangkan perjuangan, pertahanan, dan perlindungan diri
untuk mencapai tujuan.
§ Di tengah-tengah perisai terdapat sebuah garis hitam tebal yang
melukiskan garis khatulistiwa yang
menggambarkan lokasi Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu negara tropis
yang dilintasi garis khatulistiwa membentang dari timur ke barat.
§ Warna dasar pada ruang perisai adalah warna bendera kebangsaan
Indonesia "merah-putih". Sedangkan pada bagian tengahnya
berwarna dasar hitam.
§ Pada perisai terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar negara Pancasila.
Pengaturan lambang pada ruang perisai adalah sebagai berikut
:
1.
Sila Pertama: Ketuhanan
Yang Maha Esa dilambangkan dengan cahaya di bagian tengah perisai berbentuk
bintang yang bersudut lima berlatar hitam;
2.
Sila Kedua: Kemanusiaan
yang Adil dan Beradab dilambangkan dengan tali rantai bermata bulatan dan
persegi di bagian kiri bawah perisai berlatar merah;
3.
Sila Ketiga: Persatuan
Indonesia dilambangkan dengan pohon beringin di bagian kiri atas perisai
berlatar putih;
4.
Sila Keempat: Kerakyatan
yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
dilambangkan dengan kepala bantengdi bagian kanan atas perisai berlatar merah ; dan
5.
Sila Kelima: Keadilan
Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dilambangkan dengan kapas dan padi di
bagian kanan bawah perisai berlatar putih.
Pita Bertuliskan Bhineka Tunggal Ika
§ Kedua cakar Garuda Pancasila mencengkeram sehelai pita putih
bertuliskan "Bhinneka Tunggal Ika" berwarna hitam.
§ Semboyan Bhinneka Tunggal Ika adalah kutipan dari Kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular. Kata "bhinneka" berarti beraneka ragam
atau berbeda-beda, kata "tunggal" berarti satu, kata "ika"
berarti itu. Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan "Beraneka
Satu Itu", yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya
tetap adalah satu kesatuan, bahwa di antara pusparagam bangsa Indonesia adalah
satu kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan
kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas
beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.
Beberapa aturan
Penggunaan lambang negara diatur dalam UUD 1945 pasal 36A dan UU
No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu
Kebangsaan. (LN 2009 Nmr 109, TLN 5035). Sebelumnya lambang negara diatur dalam
Konstitusi RIS, UUD Sementara 1950, dan Peraturan Pemerintah No. 43/1958
Lambang Negara menggunakan warna pokok yang terdiri atas:
1.
warna merah di bagian
kanan atas dan kiri bawah perisai;
2.
warna putih di bagian kiri
atas dan kanan bawah perisai;
3.
warna kuning emas untuk
seluruh burung Garuda;
4.
warna hitam di
tengah-tengah perisai yang berbentuk jantung; dan
5.
warna alam untuk seluruh
gambar lambang.
Lambang Negara wajib digunakan di:
1.
dalam gedung, kantor, atau
ruang kelas satuan pendidikan;
2.
luar gedung atau kantor;
3.
lembaran negara, tambahan
lembaran negara, berita negara, dan tambahan berita negara;
4.
paspor, ijazah, dan
dokumen resmi yang diterbitkan pemerintah;
5.
uang logam dan uang
kertas; atau
6.
meterai.
Dalam hal Lambang Negara ditempatkan bersama-sama dengan Bendera
Negara, gambar Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden, penggunaannya diatur
dengan ketentuan:
1.
Lambang Negara ditempatkan
di sebelah kiri dan lebih tinggi daripada Bendera Negara; dan
2.
gambar resmi Presiden
dan/atau gambar Wakil Presiden ditempatkan sejajar dan dipasang lebih rendah
daripada Lambang Negara.
Setiap orang dilarang:
1.
mencoret, menulisi,
menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina,
atau merendahkan kehormatan Lambang Negara;
2.
menggunakan Lambang Negara
yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran;
3.
membuat lambang untuk
perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang
sama atau menyerupai Lambang Negara; dan
4.
menggunakan Lambang Negara
untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang ini.